No-Shave November

No-Shave November, begitu orang menyebutnya. Gerakan yang saya tidak tahu persis awal mulanya (walaupun sebenarnya dapat dengan mudah di-google, atau ditanyakan ke Gen-AI), tetapi secara umum digunakan untuk meningkatkan kesadaran orang akan penyakit kanker, dan juga untuk menggalang dana bagi sosialisasi, penelitian, ataupun pencegahan terhadap kanker itu sendiri. Bagi mereka yang merasa tak memungkinkan untuk menyumbangkan dana, No-Shave November menjadi gerakan mudah (dan tanpa biaya) untuk kemudian bagi kaum pria membiarkan kumis dan jenggot mereka tumbuh tanpa dicukur (khususnya bagi mereka yang kesehariannya tak berkumis dan berjenggot), selama 1 bulan penuh di bulan November, untuk kemudian memicu pertanyaan “kok nggak dicukur sih?”, dan kemudian dapat menjadi salah satu sosialisasi tentang deteksi dini kanker itu sendiri, khususnya bagi pria dan kanker prostat ataupun kanker testis, yang cukup jarang dibahas, dimana bagi wanita, gerakan SADARI (periksa payudara sendiri) dalam rangka deteksi dini kanker payudara sudah lebih umum disuarakan.

Saya mengenal gerakan ini ketika masa saya harus mengalami dan merawat ayah saya dalam cerita kanker beliau. Beliau dengan kanker parunya, yang mungkin pada zaman itu, kalaupun sakit, beliau lebih memilih menahannya, baik karena segi ekonomi, ataupun sekadar tak mau membebani pikiran keluarga, pada akhirnya harus terdeteksi saat kanker tersebut sudah menyebar sedemikian rupa. It’s a tough several years, we do what we can. Perjalanan ke rumah sakit hampir setiap hari untuk mendapatkan obat-obatan BPJS, yang tentunya tanpa BPJS, mungkin akan menggoyahkan ekonomi keluarga kami merupakan aktivitas rutin yang mungkin melelahkan, tapi juga menguatkan ikatan bagi kami. Setiap hari, setiap pagi, jam 4 pagi kami sudah berangkat demi mendapatkan antrean awal saat loket dibuka jam 8, agar kami bisa selesai sebelum makan siang, agar saya bisa melanjutkan bekerja di korporasi.

Kurang lebih 7 tahun lamanya sudah saya mencoba (walaupun kadang gagal juga karena tuntutan pekerjaan dsb) untuk berteguh mengikuti gerakan ini, yang tentunya kadang membuat raut muka saya, yang sebenarnya jarang rapi, menjadi makin lusuh dan berantakan dengan kumis/jenggot yang tak seberapa. Dan kemudian, menjawab dengan sabar, menceritakan sedikit tentang tujuan gerakan No-Shave November, dan alasan kenapa saya melakukannya, walaupun dengan beberapa konsekuensinya, seperti saya bahkan pernah ditegur shareholder melalui direksi saya atas “tidak rapi”-nya penampilan saya sebagai seorang marketing/sales.

Di tahun ini, menjelang bulan November, selama beberapa bulan terakhir, saya mulai memainkan game di handphone, White Out Survival, yang awalnya hanya untuk ngetes kemampuan HP lama yang sudah mulai drop, tapi akhirnya saya menemukan komunitas lintas negara (dalam alliance antar kota, di game tersebut). Uniknya, pendiri alliance kota kami juga sedang menderita kanker, dan sudah memulai perjalanan pengobatan paliatif. Kami pun sadar bahwa game ini tidak hanya sekadar permainan bagi dia, tapi merupakan tempat “kabur” bagi dia dari segala rasa sakit yang sedang ia jalani. Sampai sekarang pun, saya bertahan, salah satunya demi menjaga legacy dia, melanjutkan tampuk kepemimpinan alliance, hanya agar kotanya tidak hancur habis dilibas lawan, karena sudah sekian puluh hari tak aktif. Sesekali kami mengunjungi halaman Facebook-nya, hanya untuk bersiap mendengar kabar terakhir tentang dia, yang kami yakin, sooner or later, akan membuat kami terdiam dalam permainan kami.

And so, walaupun saya tidak pernah secara spesifik menuliskan tentang gerakan ini, saya ingin menjadikan tulisan ini sebagai pengingat bahwa kanker itu nyata, dan awareness bukan hanya untuk memahami kejadiannya, tetapi juga untuk menguatkan kita ketika kita sedang menghadapinya, atau sedang mendampingi seseorang yang mengalaminya. Tangis, lelah, jenuh, rasa hilang arah, itu mungkin ada. Tetapi selalu ada ruang untuk bertahan, bergerak, dan terus hidup, dengan cara masing-masing. Mungkin dengan kampanye kecil, mungkin dengan menjaga komunitas kecil, mungkin dengan menemani seseorang yang sedang berjuang. Berjuanglah karena Anda masih bisa berjuang, tidak harus untuk satu alasan tertentu, tapi hanya karena terkadang tak ada pilihan selain berjuang.

Saya ingin mengakhiri tulisan ini dengan satu puisi yang konon ditulis oleh Marianne Williamson dalam bukunya “A Return to Love”, tapi dipopulerkan sebagai kutipan dalam film “Coach Carter”

Our deepest fear is not that we are inadequate,
Our deepest fear is that we are powerful beyond measure.

It is our light, not our darkness,
that most frightens us.

Your playing small does not serve the world.
There is nothing enlightened about shrinking
so that other people won’t feel insecure around you.

We were all meant to shine as children do.
It’s not just in some of us, it’s in everyone.

And, as we let our own light shine,
we consciously give other people permission to do the same.

As we are liberated from our fear,
our presence automatically liberates others.

Ps. For those who are currently struggling, this video about a girl who goes by the nickname of Nightbirde in her audition for America’s Got Talent 2021 might help. I fully recommend you watch it from beginning to the end. Please don’t skip it. And I quote her: “You can’t wait until life isn’t hard anymore, before you decide to be happy”.

Share this IQ Notes: