Garam Inggris

Inggris, sebuah negara yang terkenal dengan kejayaannya, telah mencatatkan namanya dalam sejarah sebagai salah satu kekuatan terbesar di dunia. Sebuah kerajaan yang tak pernah merasakan pahitnya dijajah, tetapi justru banyak meninggalkan jejak penjajahannya di berbagai belahan dunia. Dengan segala kehebatannya, Inggris berkembang menjadi salah satu negara maju di dunia. Dalam anekdot yang saya buat sendiri ketika mendapatkan kesempatan berkunjung ke sana beberapa tahun silam, saking majunya negara Inggris, bahkan petugas parkir dan pemulung sampahnya di sana pun adalah bule, menggambarkan betapa tingginya tingkat kemakmuran dan kesetaraan di negeri itu. Pantas harga-harga juga lebih mahal di sana hehehe.

Namun, meskipun Inggris terlihat megah dari kejauhan, negara ini tidak luput dari berbagai masalah, salah satunya dalam hal kepemimpinan. Sejak David Cameron lengser dari jabatan Perdana Menteri pada tahun 2016, Inggris telah mengalami pergantian Perdana Menteri sebanyak lima kali dalam delapan tahun. Tentunya, jika dirata-ratakan, masing-masing Perdana Menteri menjabat tak lebih dari dua tahun, sungguh tak mungkin bisa membuat perubahan yang signifikan. Jangankan Perdana Menteri, di Indonesia Ketua RT ataupun Ketua Komunitas saja akan susah membuat gebrakan berarti dalam tempo sesingkat itu. Krisis kepemimpinan ini menunjukkan betapa rapuhnya stabilitas politik di negara yang selama ini dikenal sebagai pusat kekuatan global. Belum lagi isu migran yang terus memanas, di mana ribuan orang datang secara ilegal ke negara ini, memicu perdebatan sengit tentang kebijakan imigrasi dan identitas nasional. Semua ini menunjukkan bahwa tidak ada negara yang benar-benar sempurna, bahkan yang sebesar Inggris sekalipun.

Tapi memang, ketika kita berbicara tentang Inggris, ketika kita mendengar cerita-cerita tentang sanak keluarga dan sahabat kita yang memiliki kesempatan berlibur ke Inggris, banyak dari kita yang membayangkan segala hal yang megah dan indah, tanpa menyadari bahwa ada banyak sisi lain yang lebih kompleks. Di sisi lain, ketika kita berbicara tentang negara sendiri, sentimen-sentimen negatif akan bermunculan sebagai respons pertama kita, baik itu tentang politik, ekonominya, bahkan sampai ke kualitas manusianya. Memang, rumput tetangga akan selalu terlihat lebih hijau nampaknya.

Sedikit lompat ke cerita lainnya yang mendasari awal mula saya ingin menulis, minggu lalu, saya sakit yang mengharuskan saya ke UGD dan dirawat sejenak sebelum kemudian dilanjutkan dengan tes-tes lainnya, baik USG maupun CT Scan Abdomen. Saat persiapan pemeriksaan CT Scan, saya diharuskan untuk meminum Garam Inggris yang dilarutkan. Saya penasaran, berapa banyak dari Anda (yang tak berlatar belakang medis atau kimia) yang masih familiar dengan Garam Inggris? Di era sekarang, dengan generasi milenial dan Gen-Z yang mendominasi, sepertinya tak banyak lagi yang mengenal benda ini. Teman saya pun, lulusan S2 MBA, tak mengenal istilah ini.

Garam Inggris, atau yang dalam bahasa Inggris disebut Epsom Salt, sebenarnya ditemukan oleh Henry Wicker di kota Epsom, Inggris, pada abad ke-17. Epsom Salt bukanlah garam dapur seperti yang kita kenal, melainkan senyawa magnesium sulfat yang digunakan sebagai pencahar dan untuk berbagai keperluan kesehatan lainnya. Nama “Garam Inggris” mungkin terdengar asing bagi generasi sekarang, tapi di masa lalu, ini adalah obat rumah tangga yang sangat umum digunakan.

Saya pun, walaupun sudah tahu tentang Garam Inggris ini, baru sekali ini akan mencobanya. Dalam bayangan saya, garam ini pastilah asin, seperti layaknya garam pada umumnya, jadi saya membayangkan mungkin mirip-mirip oralit rasanya. Namun, betapa terkejutnya saya ketika mendapati bahwa rasa garam ini jauh dari apa yang saya duga. Garam Inggris ternyata sangat pahit, sepahit jamu brotowali buatan mama saya, benar-benar tak sesuai dengan ekspektasi, membuat saya semakin tersadar bahwa apa yang kita anggap familiar belum tentu sepenuhnya kita pahami.

Rasa pahit itu kemudian membawa saya merenung. Begitu sering kita mengaitkan Inggris dengan hal-hal yang megah dan gemilang—kekaisaran yang tak pernah tidur, negara dengan tingkat pendidikan dan kesejahteraan yang tinggi, hingga kisah tentang para petugas parkir dan pemulung sampah bule yang terdengar nyeleneh namun nyata. Namun, siapa sangka bahwa ada sisi pahit dari Inggris, yang bahkan terefleksi dalam sesuatu yang sepele seperti Garam Inggris ini (yang kebetulan memiliki istilah penamaan yang sama).

Pengalaman ini mengajarkan saya untuk tidak terlalu cepat menarik kesimpulan dari sesuatu yang tampaknya biasa atau sesuai dengan harapan. Seperti Garam Inggris yang tidak asin, tetapi pahit, kehidupan pun penuh dengan kejutan-kejutan yang tak terduga. Terkadang, apa yang tampak indah di permukaan menyimpan rasa yang berbeda ketika kita benar-benar mengalaminya. Garam Inggris ini, yang mungkin dulu dikenal luas, sekarang mulai dilupakan, tetapi rasa pahitnya mengingatkan kita akan pentingnya mengenal segala sesuatu lebih dalam.

Dalam kehidupan, kita sering mendengar anekdot tentang orang yang sudah “banyak makan asam garam kehidupan” sebagai tanda bahwa mereka telah melalui berbagai pengalaman. Namun, tak sedikit dari mereka yang belum pernah mencoba Garam Inggris, sebuah ironi kecil yang memperlihatkan bahwa meskipun telah mengalami banyak hal, masih ada kejutan-kejutan baru yang bisa kita temui. Garam Inggris, yang pahit dan bukan asin, adalah pengingat bahwa hidup selalu punya cara untuk membuat kita terus belajar dan memahami lebih banyak.

Pengalaman sederhana dengan Garam Inggris ini mengingatkan saya bahwa di balik segala kemegahan dan citra sempurna, selalu ada sisi lain yang mungkin tak terduga. Seperti halnya rasa pahit yang tersembunyi di balik nama yang familiar, hidup pun penuh dengan kejutan-kejutan yang mengajarkan kita untuk melihat segala sesuatu lebih mendalam dan bijaksana. Jadi, sebelum kita terbuai oleh penampilan luar atau asumsi yang kita miliki, mungkin ada baiknya kita mencoba merasakan sendiri dan memahami esensi sebenarnya. Dan bagi Anda yang belum pernah merasakan, beranikah Anda mencoba Garam Inggris dan menemukan pelajaran apa yang mungkin tersembunyi di dalamnya? I dare you.

Share this IQ Notes: